26 Oktober 2015

Tidur

Tidur..

Membuat pekerjaanku diundur..

Serta Tak membuatku makmur..

Namun tanpanya aku tak akan bisa bersyukur..



Entah kenapa kegiatan ini menjadi kegiatan favoritku sejak SMA, tepatnya setelah memasuki kelas IPS. Aku menjadi pribadi yang mudah terserang rasa kantuk ketika mendengarkan seseorang, serta mudah bosan terhadap sesuatu. Selain mudah bosan, bangun pagi pun menjadi sebuah perjuangan yang amat besar. Padahal, di masa aku mengenyam pendidikan di bangku sekolah dan menjalani kehidupan berasrama, bangun pagi menjadi agenda yang wajib aku jalani. Penyebab utama mengapa hal ini menjadi kegiatan favoritku saja aku tidak mengetahuinya secara pasti. Namun yang jelas, aku hanya mengetahui sejak kapan aku disebut “si tukang tidur”.

Jika aku melihat-lihat lagi ke belakang, dinamika kehidupan pada masa SMA jauh berbeda dengan sebelumnya. Di masa ini, baik tugas, Pekerjaan Rumah, dan ulangan datang silih berganti seakan-akan tidak memberikan kesempatan bagi siswanya untuk bernafas. Memang terdengar berlebihan, tetapi setelah mendengar cerita dari orang yang aku kasihi bahwa kehidupan sekolahnya begitu – katakanlah- menyengsarakan, aku jadi bersyukur atas apa yang telah aku jalani ini. Dasar manusia, baru bisa bersyukur setelah membandingkan dan mendapatkan bahwa miliknya lebih baik. Tugas, Pekerjaan Rumah, dan Ulangan yang datang serta suasana sekolah yang individualis membuat ia merasa bahwa kehidupan SMA-nya menyengsarakan.

Kembali ke cerita, dinamika yang seperti itu membuatku mau tidak mau belajar dengan giat demi selesainya masa sekolahku. Konsekuensinya adalah jam tidur yang mau tidak mau mengarah ke jam tengah malam. Tidur jam 11-1 dini hari sudah tidak asing lagi bagiku, belum lagi jika harus bangun jam 2-3 pagi demi menonton sepakbola padahal baru beristirahat jam 10 malam. Aku hanya mengetahui apa yang namanya tidur siang, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak adanya kebiasaan tidur siang dan hampir selalu menjelang petang ketika tiba di rumah membuat tidur siang jarang sekali dilakukan. Celakanya, raga ini hanya mampu bertahan selama setahun sekian bulan saja. Setelah naik ke kelas 11 dan masuk ke kelas IPS, entah kenapa kebiasaan tidur menjadi salah satu hal dari sekian banyak hal yang aku sukai. Mungkin karena badan ini sudah mencapai titik batasnya maka badan menjadi sensitif dengan hal-hal yang mampu membangkitkan rasa kantukku. Angin sejuk di tengah cuaca panas, suara pelan yang menenteramkan telinga, rasa bosan akan materi yang tidak kumengerti menjadi sekian hal dari banyaknya hal yang membangkitkan rasa kantukku di sekolah.

Tentu saja perubahan ini tidak nyaman. Aku merasa mudah bosan, apatis, tidak peduli dengan keadaan sekitar, semakin cuek, dan tentu saja memilih untuk tidur daripada harus bersenda-gurau dengan teman-temanku di sekolah. Selain tidak membuatku bahagia karena dicap sebagai ‘tukang tidur’ yang tentunya memiliki konotasi negatif, tugas-tugasku pun dikerjakan dengan metode Sistem Kebut Semalam karena waktu luangku banyak aku habiskan dengan tidur, tidur dan tidur. Percayalah, itu tidak membahagiakan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menyadari perubahan yang ada dalam diri dan melakukan ‘pencegahan’ agar aku dapat menyerap materi yang diberikan guru dan dosen dengan maksimal. Walaupun tidak nyaman dengan keadaanku yang sekarang, aku dapat memetik pengalaman yang berharga. Blessing In Disguise. Kira-kira begitulah tiga kata yang menggambarkan perjalananku menerima diri yang menjadi sekarang ini.

Ada yang berkata bahwa tidur membuat dirimu melupakan permasalahan yang sedang kamu hadapi sejenak agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan pikiran yang lebih jernih dan tidak penuh dengan berbagai macam permasalahan yang ada. Awalnya aku tidak mengerti dengan perkataan tersebut, tetapi di dalam perjalanan aku menerima sifat mudah ngantuk ini, aku menjadi mengerti akan perkataan tersebut. Walaupun lebih baik tidur tanpa membawa masalah, menyelesaikan masalah tidak lama setelah bangun tidur membuat solusi yang diberikan lebih baik daripada langsung menyelesaikannya tanpa pikir panjang. Setidaknya ini yang kurasakan, bahwa menyelesaikan masalah akan jauh lebih baik setelah bangun tidur. Termasuk ketika menjawab ujian *eh

Selain itu, aku jadi merasakan pentingnya istirahat. Waktu istirahat aku pergunakan semaksimal mungkin untuk tidur, memulihkan tenaga, bukannya pergi membaca buku, apalagi membeli makanan dan minuman ringan. Buatku pribadi, satu-satunya cara yang paling efektif dalam menyelesaikan masalah kantuk di kelas ya tidur, bukan mengobrol ataupun yang lain. Aku tidak malu untuk menyusun kursi-kursi di kelas agar kebutuhan tidurku cukup terpenuhi. Biarkan saja yang lain mau berkata apa, toh mereka tidak memiliki andil dalam hidupku. Terdengar egois, tetapi demi pencegahan sesuatu yang lebih besar nantinya, mengapa tidak? Toh aku yang merasakannya, bukan mereka yang memberikan komentar bak acara di televisi yang hanya mengomentari apapun. Dari situ aku menyadari bahwa waktu istirahat adalah waktu yang vital, penting, dan tidak boleh disia-siakan dengan hal-hal yang tidak terlalu berguna.

Kopi menjadi minuman minuman wajib setiap pagi, sedangkan lebih baik meminum susu sebelum tidur malam. Karena menjadi minuman wajib, aku mulai mengenal kopi dan berbagai macam tipenya, dari espresso sampai kopi hitam pun pernah aku teguk. Katakanlah aku menjadi ‘semi-ketagihan’ dengan kopi dan mulai mengagumi kopi itu sendiri, mulai dari aromanya, rasanya yang mampu membuat jantung berdebar, sampai varian-variannya itu sendiri, walaupun belum dapat membedakan jenis kopi berdasarkan bau dan rasanya. Mungkin jika aku tidak terserang ‘virus kantuk’, aku tidak akan mengenal kopi dan tidak menjadikannya sebagai minuman yang nikmat. Tentu saja aku membatasi minum kopi per hari-nya, karena kopi sendiri mengandung kafein yang membuat ketagihan. Belum lagi segala sesuatu yang berlebihan tidak baik bagi kesehatan. Jika minum kopi berlebihan, bisa berakibat ketagihan, tidak dapat lepas dari kopi, dan tidak merasakan manfaat dari minum kopi itu sendiri, yaitu menangkal kantuk. Pernah ku dengar adik kelasku di kampus meminum kopi setiap mata kuliah karena ia mudah mengantuk. Jadi jika sehari ada empat mata kuliah, ia akan membuat empat gelas kopi per mata kuliah. Tentu saja hasilnya adalah ia tetap tertidur dan kopi-nya tidak lagi berguna sebagai penahan kantuk. Maka dari itulah aku menahan diri untuk tidak mengkonsumsi kopi lebih dari 5 gelas per Minggu secara rutin.


Tentu saja dalam lubuk hati yang paling terdalam aku tetap berharap bahwa aku akan kembali menjadi aku yang dulu, yang antusias dan tidak malas, serta tidak mudah terserang kantuk. Percayalah, bahwa menjadi orang yang mudah mengantuk itu tidak enak. Tetapi jika mampu menerima diri dan mau memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya , itu akan jauh lebih baik untuk diri daripada hanya menyesali dan mengutuki kondisi yang terjadi dalam diri. Dalam proses penerimaan diri sendiri bisa saja ditemukan hal yang baru dan hal yang ternyata sudah ada sejak lama namun belum disadari. Menerima diri, mengolah diri dan senantiasa memperbaharui diri merupakan bagian kecil dari on going formation. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, bahkan dari hal yang sepele sekalipun.. seperti tidur.......

Tidak ada komentar: