Tidur..
Membuat pekerjaanku
diundur..
Serta Tak membuatku
makmur..
Namun tanpanya
aku tak akan bisa bersyukur..
Entah kenapa
kegiatan ini menjadi kegiatan favoritku sejak SMA, tepatnya setelah memasuki
kelas IPS. Aku menjadi pribadi yang mudah terserang rasa kantuk ketika
mendengarkan seseorang, serta mudah bosan terhadap sesuatu. Selain mudah bosan,
bangun pagi pun menjadi sebuah perjuangan yang amat besar. Padahal, di masa aku
mengenyam pendidikan di bangku sekolah dan menjalani kehidupan berasrama,
bangun pagi menjadi agenda yang wajib aku jalani. Penyebab utama mengapa hal
ini menjadi kegiatan favoritku saja aku tidak mengetahuinya secara pasti. Namun
yang jelas, aku hanya mengetahui sejak kapan aku disebut “si tukang tidur”.
Jika aku
melihat-lihat lagi ke belakang, dinamika kehidupan pada masa SMA jauh berbeda dengan
sebelumnya. Di masa ini, baik tugas, Pekerjaan Rumah, dan ulangan datang silih
berganti seakan-akan tidak memberikan kesempatan bagi siswanya untuk bernafas. Memang
terdengar berlebihan, tetapi setelah mendengar cerita dari orang yang aku
kasihi bahwa kehidupan sekolahnya begitu – katakanlah- menyengsarakan, aku jadi
bersyukur atas apa yang telah aku jalani ini. Dasar manusia, baru bisa
bersyukur setelah membandingkan dan mendapatkan bahwa miliknya lebih baik. Tugas,
Pekerjaan Rumah, dan Ulangan yang datang serta suasana sekolah yang
individualis membuat ia merasa bahwa kehidupan SMA-nya menyengsarakan.
Kembali ke
cerita, dinamika yang seperti itu membuatku mau tidak mau belajar dengan giat
demi selesainya masa sekolahku. Konsekuensinya adalah jam tidur yang mau tidak
mau mengarah ke jam tengah malam. Tidur jam 11-1 dini hari sudah tidak asing
lagi bagiku, belum lagi jika harus bangun jam 2-3 pagi demi menonton sepakbola
padahal baru beristirahat jam 10 malam. Aku hanya mengetahui apa yang namanya
tidur siang, tidak lebih dan tidak kurang. Tidak adanya kebiasaan tidur siang
dan hampir selalu menjelang petang ketika tiba di rumah membuat tidur siang
jarang sekali dilakukan. Celakanya, raga ini hanya mampu bertahan selama
setahun sekian bulan saja. Setelah naik ke kelas 11 dan masuk ke kelas IPS, entah
kenapa kebiasaan tidur menjadi salah satu hal dari sekian banyak hal yang aku
sukai. Mungkin karena badan ini sudah mencapai titik batasnya maka badan
menjadi sensitif dengan hal-hal yang mampu membangkitkan rasa kantukku. Angin sejuk
di tengah cuaca panas, suara pelan yang menenteramkan telinga, rasa bosan akan
materi yang tidak kumengerti menjadi sekian hal dari banyaknya hal yang
membangkitkan rasa kantukku di sekolah.
Tentu saja
perubahan ini tidak nyaman. Aku merasa mudah bosan, apatis, tidak peduli dengan
keadaan sekitar, semakin cuek, dan tentu saja memilih untuk tidur daripada
harus bersenda-gurau dengan teman-temanku di sekolah. Selain tidak membuatku bahagia
karena dicap sebagai ‘tukang tidur’ yang tentunya memiliki konotasi negatif,
tugas-tugasku pun dikerjakan dengan metode Sistem Kebut Semalam karena waktu
luangku banyak aku habiskan dengan tidur, tidur dan tidur. Percayalah, itu
tidak membahagiakan. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk menyadari perubahan
yang ada dalam diri dan melakukan ‘pencegahan’ agar aku dapat menyerap materi
yang diberikan guru dan dosen dengan maksimal. Walaupun tidak nyaman dengan
keadaanku yang sekarang, aku dapat memetik pengalaman yang berharga. Blessing In Disguise. Kira-kira
begitulah tiga kata yang menggambarkan perjalananku menerima diri yang menjadi
sekarang ini.
Ada yang berkata
bahwa tidur membuat dirimu melupakan permasalahan yang sedang kamu hadapi
sejenak agar dapat menghadapi masalah tersebut dengan pikiran yang lebih jernih
dan tidak penuh dengan berbagai macam permasalahan yang ada. Awalnya aku tidak
mengerti dengan perkataan tersebut, tetapi di dalam perjalanan aku menerima
sifat mudah ngantuk ini, aku menjadi mengerti akan perkataan tersebut. Walaupun
lebih baik tidur tanpa membawa masalah, menyelesaikan masalah tidak lama
setelah bangun tidur membuat solusi yang diberikan lebih baik daripada langsung
menyelesaikannya tanpa pikir panjang. Setidaknya ini yang kurasakan, bahwa
menyelesaikan masalah akan jauh lebih baik setelah bangun tidur. Termasuk ketika
menjawab ujian *eh
Selain itu, aku
jadi merasakan pentingnya istirahat. Waktu istirahat aku pergunakan semaksimal
mungkin untuk tidur, memulihkan tenaga, bukannya pergi membaca buku, apalagi
membeli makanan dan minuman ringan. Buatku pribadi, satu-satunya cara yang
paling efektif dalam menyelesaikan masalah kantuk di kelas ya tidur, bukan mengobrol
ataupun yang lain. Aku tidak malu untuk menyusun kursi-kursi di kelas agar
kebutuhan tidurku cukup terpenuhi. Biarkan saja yang lain mau berkata apa, toh
mereka tidak memiliki andil dalam hidupku. Terdengar egois, tetapi demi
pencegahan sesuatu yang lebih besar nantinya, mengapa tidak? Toh aku yang
merasakannya, bukan mereka yang memberikan komentar bak acara di televisi yang
hanya mengomentari apapun. Dari situ aku menyadari bahwa waktu istirahat adalah
waktu yang vital, penting, dan tidak boleh disia-siakan dengan hal-hal yang
tidak terlalu berguna.
Kopi menjadi
minuman minuman wajib setiap pagi, sedangkan lebih baik meminum susu sebelum
tidur malam. Karena menjadi minuman wajib, aku mulai mengenal kopi dan berbagai
macam tipenya, dari espresso sampai kopi hitam pun pernah aku teguk. Katakanlah
aku menjadi ‘semi-ketagihan’ dengan kopi dan mulai mengagumi kopi itu sendiri,
mulai dari aromanya, rasanya yang mampu membuat jantung berdebar, sampai varian-variannya
itu sendiri, walaupun belum dapat membedakan jenis kopi berdasarkan bau dan
rasanya. Mungkin jika aku tidak terserang ‘virus kantuk’, aku tidak akan
mengenal kopi dan tidak menjadikannya sebagai minuman yang nikmat. Tentu saja aku
membatasi minum kopi per hari-nya, karena kopi sendiri mengandung kafein yang
membuat ketagihan. Belum lagi segala sesuatu yang berlebihan tidak baik bagi
kesehatan. Jika minum kopi berlebihan, bisa berakibat ketagihan, tidak dapat
lepas dari kopi, dan tidak merasakan manfaat dari minum kopi itu sendiri, yaitu
menangkal kantuk. Pernah ku dengar adik kelasku di kampus meminum kopi setiap
mata kuliah karena ia mudah mengantuk. Jadi jika sehari ada empat mata kuliah,
ia akan membuat empat gelas kopi per mata kuliah. Tentu saja hasilnya adalah ia
tetap tertidur dan kopi-nya tidak lagi berguna sebagai penahan kantuk. Maka dari
itulah aku menahan diri untuk tidak mengkonsumsi kopi lebih dari 5 gelas per Minggu
secara rutin.
Tentu saja dalam
lubuk hati yang paling terdalam aku tetap berharap bahwa aku akan kembali menjadi
aku yang dulu, yang antusias dan tidak malas, serta tidak mudah terserang kantuk.
Percayalah, bahwa menjadi orang yang mudah mengantuk itu tidak enak. Tetapi
jika mampu menerima diri dan mau memperbaiki diri menjadi pribadi yang lebih
baik dari sebelumnya , itu akan jauh lebih baik untuk diri daripada hanya
menyesali dan mengutuki kondisi yang terjadi dalam diri. Dalam proses
penerimaan diri sendiri bisa saja ditemukan hal yang baru dan hal yang ternyata
sudah ada sejak lama namun belum disadari. Menerima diri, mengolah diri dan
senantiasa memperbaharui diri merupakan bagian kecil dari on going formation. Tidak ada kata terlambat untuk belajar, bahkan
dari hal yang sepele sekalipun.. seperti tidur.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar